photo '..from NoWhere to SomeWhere..' by ak
..karena belajar adalah kewajiban dan kebutuhan seumur hidup.. ...karena kebaikan adalah energi + yang tak lekang oleh waktu...

Kamis, 19 Februari 2009

Sedikit Bicara Laut


Posting kali ini sebenarnya adalah apresiasi (baca: komentar2) saya atas posting seorang senior (kampus dulu), yang sedang menyajikan sebuah tulisan serius tentang keadaan kelautan Indonesia. Terutama dari sisi keamanan, potensi kekayaan laut kita yang luar biasa besar, dan problema yang ada.
Tulisan-tulisan tersebut, di samping ditujukan untuk mengikuti sebuah kompetisi blog, dan karenanya cukup tajam dan kaya akan data, juga disajikan dalam rangkaian tiga artikel, yang kesemuanya, menurut saya jauh lebih dari layak untuk nampang di media publik nasional.

Karena itu tulisan ini sendiri sebenarnya tidak terlalu utuh. Dan karenanya, saya sarankan anda membaca tulisan yang saya komentari tersebut dulu.

Salah satu problem yang disorot adalah tentang kurangnya perhatian serius pemerintah terhadap infrastruktur maritim Indonesia, terutama dalam hal pengawasan keamanan di laut. Pendeknya tulisan tersebut menengarai adanya disorientasi pembangunan nasional.

Disorientasi pembangunan! Menarik istilahnya, tapi saya tidak yakin, itu penyebab satu2 nya (atau yang utama). Kemungkinan lain menurut saya adalah memang tidak optimalnya semua sektor pembangunan kita. Di (industri) darat, kita “hanya” membangun jabodetabek. Di sektor pertanian, dimana seharusnya Indonesia bisa menjadi “raja petani” dunia, petani2 kita diombang-ambingkan dengan masalah pupuk, dan proteksi/non-proteksi serta jalur distribusi (monopoli) yang tak kunjung jelas. Pertanian di sini juga sebenarnya adalah termasuk budidaya kelautan.

Yang tampak lebih jelas adalah : strategi (tepatnya, implementasi) pembangunan yang serba jangka pendek. Tidak kuat “sengsara” sesaat, untuk mendapat keuntungan yang lebih abadi..
Ini juga sangat tampak jelas di sektor Oil&Gas (dan mining).. dimana sudah hampir 50tahun, tidak juga ada perkembangan berarti dalam hal kemandirian.


Agak susah sebenarnya memberi komentar pada artikel2 laut tersebut.
Pertama, karena referensinya yg berjibun. Siapa coba yg “berani” melawan sejumlah tulisan dan buku2 serius dari pihak yg berkompeten seperti itu.
Kedua, apa yang ditulis juga tentang hal besar yg melibatkan institusi dan strategi pembangunan nasional yg tidak sederhana, paling tidak melibatkan pihak dan modal besar.
Ketiga, tulisan itu sebenarnya tidak pantas hanya ada di blog. Bukan karena tidak bermutu, tapi malah terlalu/sangat bermutu untuk tidak dipublish di media publik nasional (koran/majalah nasional).. hehe.. (terlalu memuji ada maunya... :D)

Tapi untuk sekedar memberikan opini, tanpa harus mendasarkan referensi lain, bolehlah :).
Pertama, soal visi pemimpin (pada pembangunan kemaritiman).
Tidak mudah menemukan pemimpin seperti ini, saya setuju. Disamping karena memang jarang yang secara individu punya visi maritim yang kuat, juga secara kolektif, isue pembangunan maritim ini tidak pernah (seingat saya) menjadi isu nasional. Katakanlah oleh anggota DPR, tokoh parpol, maupun tokoh masyarakat secara umum. Bahkan untuk sekedar menjadi polemik sekalipun (karena biasanya isu besar/penting disertai oleh polemik publik).
Ini beda, misalnya dengan permasalahan industri minyak/gas/tambang, insfrastruktur transportasi publik, pengaturan kembali jawa/jabodetabek dst.

Kedua,
Apa pasal sehingga isue maritim yang sebenarnya cukup strategis tersebut, jadi tidak terlalu menggema?
Saya melihatnya karena hal-hal ini :
- pembangunan maritim ini lebih banyak merupakan investasi infrastruktur yang sangat berskala jangka panjang. Artinya, ROI-nya tidak akan tercapai dan dirasakan dalam waktu cepat. Hal ini agak beda dengan infrastruktur jalan tol, misalnya, yang meskipun juga berperiode investasi jangka panjang, tapi pergerakan ‘cash-flow’nya bisa sangat nyata dirasakan investornya, karena ia (pasti) terpakai oleh penggunanya.
- karena item di atas itulah, investasi tersebut menjadi “tidak sexy” (not really interesting), bagi banyak pihak. Pihak2 di sini, bisa sangat banyak. “Politikus”, pemerintah sendiri (karena akan kesulitan mengajak pihak2 lain), juga investornya sendiri.
- Apa yang saya sebut “investor” di atas, dalam hal ini nampaknya bisa dibilang “tidak ada”. Karena pembangunan infrastruktur maritim, tidak memberikan keuntungan langsung bagi pihak ketiga (non-pemerintah). Ia hanya memberikan landscape pembangunan bagi pemerintah. Mirip dengan pembangunan insfrastruktur jalan raya (bukan tol). Karena itu, modal yang akan diinvestasikan kemungkinan besar harus datang dari APBN pemerintah, bukan dari konsorsium investasi swasta, yang biasanya terjadi untuk proyek2 besar yang strategis (dari sisi ‘pasar’). Saya tidak terlalu mengerti bagaimana “akuntansi negara” di atur, tetapi bisa kita bilang, hal itu akan menjadi problem besar bagi APBN. Karena dengan kondisi yang sekarang saja, jatah2 pos APBN untuk tiap sektor yang “mengklaim” dirinya strategis (pendidikan, pertahanan - termasuk kemaritiman ini sebenarnya, kesehatan, dst) masih “bermasalah” dari segi rasio kecukupan antara kebutuhan dan pemenuhan.
- Saya tidak terlalu mengerti bagaimana mengatasi keterbatasan “modal” di item di atas, tapi mungkin moda pinjaman luar negeri (lagi!, apa pun bentuknya), bisa menjadi solusi. Tapi sekaligus, juga akan membuat “trap” baru : kita mengharapkan kemandirian, tapi dengan cara meminta tolong orang lain lagi.
Sungguh dilema kalau seperti itu.

Demikian

----
Selebihnya, karena ini hanya komentar, beberapa komen atas komen (diskusi kecil) ini juga ada di blog empunya artikel. Terima kasih

gambar : dkp.go.id