photo '..from NoWhere to SomeWhere..' by ak
..karena belajar adalah kewajiban dan kebutuhan seumur hidup.. ...karena kebaikan adalah energi + yang tak lekang oleh waktu...

Jumat, 21 Desember 2007

Budaya Internet, Budaya Ngerumpi

Budaya Internet, Budaya ngerumpi

Judul di atas tidak saya maksudkan sebagai budaya internet = budaya ngerumpi, atau apalagi dengan Internet = Ngerumpi :D, jadi jauh panggang dari api.
Yang ingin saya bahas adalah, keterkaitan antara budaya internet dan budaya ngerumpi.
Hal ini juga bukan untuk menunjukkan bahwa 'budaya yang tercipta' dari ledakan teknologi internet, adalah budaya ngerumpi. Bukan.
Anggap saja ini sebagai pintu masuk saya menyoroti teknologi (terutama IT) dan impact-impactnya dalam kultur atau kebiasaan sehari-hari masyarakat. Saya cenderung memakai istilah: socio-technology, yang akan menjadi salah satu kategori penting dalam blog ini.

Internet, tak pelak sudah menjadi teknologi 'niscaya' dalam masyarakat modern. (dianggap) Tidak lucu kalau anda berada dalam komunitas modern, tapi masih gagap dalam ber-internet ria. Kalau masalah deep coverage masing-masing netter, itu lain hal, dan juga terlalu spesifik kalau mau dicompare. Karena dia (si teknologi) sudah sedemikian menggurita dalam peri-kehidupan kita, maka tak ayal ia akan memunculkan efek yang cukup besar. Disadari atau tidak. Positip atau negatip. dst.

Lalu, ada apa dengan ngerumpi ?

Well, manusia adalah makhluk sosial. Dia akan selalu berkomunikasi dengan lingkungannya dalam setiap saat dan tempat (kecuali lagi bobok, ini pun tidak 100% hehe). Tidak perlu kita bahas tentang perkembangan moda-moda komunikasi. Yang pasti, segala bentuk komunikasi sebenarnya dimulai dari sebuah 'hubungan intens' antar dua persona, atau lebih. Nah, dalam bentuknya yang paling sederhana, komunikasi sosial publik 'mengambil' format yang paling 'nyaman' , yang salah satunya adalah : ngerumpi.

Apa pentingnya, membahas 'ngerumpi' ini dalam konstelasi komunikasi/internet masa kini ?

Ada kenyataan menarik, paling tidak menurut persepsi saya, bahwa moda-moda komunikasi manusia, dari bentuknya yg sederhana sampai yang tercanggih dan terkini, ternyata tidak bisa menghilangkan sepenuhnya sifat-sifat 'primitif' komunikasi manusia.

Kenyataan menarik (tapi bukan berarti 'terpuji') yang perlu diangkat tersebut menurut saya adalah bahwa kecanggihan teknologi tidak lantas menjadikan manusia pemakainya, menjadi semakin canggih dan 'dewasa', baik dalam pengertian privat maupun sosial dan komunal. Yang terjadi adalah, bahwa ketika teknologi tertentu lahir, maka reaksi, pola interaksi dan penyikapan manusia terhadap si teknologi, seakan juga 'baru lahir'.

Secara naluriah, mungkin kita akan berpendapat : ya memang selayaknya begitu, karena begitulah kita ketika menghadapi sesuatu yang baru.
Tapi sebetulnya (menurut saya) tidak, karena teknologi pada dasarnya hanya 'berbicara' dan berperan pada level 'cara' hidup, bukan prinsip hidup. Sedangkan pola interaksi manusia (dan karena itu juga, komunikasinya), adab dan etika hidup sosial, itu lebih berada pada level di bawah, yang mendekati 'prinsip hidup'. Maka seharusnya, manusia semakin berpengalaman, pintar dan arif, paling tidak, tidak perlu kaget - atau istilahnya mengalami cultural shock, setiap kali ada perkembangan teknologi dan kreasi manusia sendiri.

Sebagai ilustrasi, ketika semua orang dimanapun dan kapanpun (dengan prasyarat infrastruktur memadai) bisa membaca, menulis, melihat dan membagi materi audio/visual apapun melalui internet, maka kita masih harus tertatih-tatih untuk belajar memilih dan memilah : mana yang baik dan benar, mana yang pantas dan 'kisruh', mana yang perlu dan produktif atau hanya buang waktu, mana yang cukup atau melampaui batas, dan seterusnya. Contoh teknisnya, adalah apakah memborbardir informasi yang sama/sejenis berulang-ulang ke sebuah komunitas itu baik, apakah membagi gambar dan video sensual ke publik itu pantas, apakah larut dan kecanduan game online dan chating itu produktif, dan sebagainya.
Begitu banyak contoh lain yang bisa kita paparkan.

Padahal mengirim informasi, itu bukan sesuatu yg baru, memperlihatkan gambar juga bisa dilakukan orang jaman penjajahan, permainan dan obrolan apalagi. Hanya cara orang jaman internet beda jauh dengan orang jaman radio tabung. Ya.. hanya cara. Tapi esensinya sama. Tetapi kita sering menjadi 'bingung dan tidak terkendali'. Tentu saja, bukan lantas menafikkan impact positifnya yg juga sangat tak terkirakan.

Lalu ngerumpi?
Ya.. ngerumpi adalah salah satu bentuk dasar komunikasi sosial. Tanpa teknologi, ia adalah kegiatan face-to-face. Dengan teknologi radio amatir, ia menjadi kegiatan antar kampung dan kota. Dengan internet, ia menjadi kegiatan global antar belahan dunia. Kita cenderung mengulang 'kesalahan' dan sekian deret efek negatif yang kita migrasikan dari kegiatan fisik tradisional ke dalam budaya radio amatir, dan selanjutnya kembali memulainya dari awal, dan mengulang hal yg sama dalam dunia internet.

Maka, ketika kita sadar ia hanyalah berubah 'muka' (tapi tidak 'jiwa'nya) maka secepatnya kita bisa menyaring, sebagaimana dalam rumpian face-to-face, apa yang perlu, apa yang tidak, dan sejenisnya di atas.

Jadi,
selamat ngerumpi pake saringan eh internet hehehe..

__epilog

Lalu, bagaimana mengatasinya ?
Bagaimana menurut anda ?
Atau kita perlu tunggu 'abmam' ini berikutnya ?

Silahken..

-----
'abmam' = aku belajar maka aku menulis :)

2 komentar:

Mengembalikan Jati Diri Bangsa mengatakan...

Wah ini postingan yang sangat menarik sekali. Sangat berguna, terima kasih. Salam kenal :)

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.